UNDANGAN NIKAH


"lukman sakit, sekarang dirumah sakit. Di ruang tiga kali meter di atas tempat tidur lukman berbaring. Sebuah TV menemani”

Mungkin ada yang dikatakan Tuhan ya tole,” suara pak herman. “ini dari siapa?,”ia menunjuk sebuah buah yang tersusun. “yang ini dari siapa?,” menanyakan buah yang lain. “yang ini dari Erma, yang sebelah dari Ida anak pak lurah, pakne.” Lukman tidak diberi kesempatan untuk menjawab oleh ibunya.
Kamu sudah besar le, tahu mana yang harus dipilih jadi pendamping, harum sudah datang?.” Kalimat bapaknya yang terakhir terdenger semacam ejekan terhadap wanita pilihannya, “harum”.
“orang tua itu selalu berharap baik terhadap masa depan anaknya, begitu pula bapakmu ini,” pak herman jalan menuju meja mengambil dan meminum kopi kemudian melanjutkan kata-katanya lagi;.
"Tidak mungkin bapakmu ini merestui kamu pada orang yang masa depannya tak jelas. Bapakmu tidak ingin melihat kamu nanti hidup nelongso. Anak band itu masa depannya tidak jelas, liat aja artis2 sekarang selalu ganti2 pasangan dan melakukan hubungan tanpa nikah. Apa yang dapat diharapkan dari seorang pemain musik?, kamu aku kuliahkan itu biar punya pergaulan yang luas, malah masih berhubungan dengan itu itu aja. “ pak herman mengambil nafas, lukman tidak menyela, sudah biasa, dan tidah biasa, sudah semacam peraturan.
Hal yang patut disadari lukman adalah dia sudah dewasa. Bahkan untuk ukuran didesanya. Diusia ke dua puluh sembilan ini, tidak lain yang dibicarakan bapaknya hanyalah jodoh. Pilihan pertama yang ditawarkan bapaknya adalah kawin, pilihan kedua kawin, pilihan ketiga kawin.
Tapi ini harus disadari olehnya. Didesanya seumurnya sudah mempunyai anak dua bahkan tiga. Lagi pula dia anak pertama, masih lima adiknya yang menunggu giliran “perhatian. Artinya orang tuanya tidak hanya memikirkannya.
Penginnya bapak, kamu cepat mentas, jadi ayem kalau satu anak bapak sudah mentas, nanti giliran adik-adekmu. Jadi beban bapak berkurang. Ibumu juga ingin segera momong cucu.”
Lukman juga sadar, kalau selama ini dirinya menjadi beban. Dari kecil sampai besar memang dia belum pernah mendapatkan uang sendiri. Biaya sekolah dari SPP, seragam, sepatu, buku dan tetek bengek lainnya dari SD sampai kuliah semuanya dia minta dari bapaknya. Bapaknya pergi ke sawah; dia pergi kuliah. Maka dia berusaha menerima ketika dengan tidak sengaja bapaknya berucap bahwa dirinya sebagai beban.
Ada harum dikehidupannya. Wanita yang menjadi kekasihnya sejak lulus SMA dulu tidak menjadi pilihan bapaknya. Masalah masa depan menjadi alasan.
Sekarang ada Erma, dia pengajar didesanya yang sudah diangkat menjadi PNS. Sudah dua bulan ini rajin datang kerumahnya. Bapaknya lebih setuju kalau lukman dengannya.
Ada juga Ida, wanita yang pernah suka padanya tapi lukman lebih memilih harum yang menjadi kekasihnya.

Malam itu gerimis, namun ada bulan pasi dipojok langit. Sore tadi lukman tanpa sengaja mengajukan kesediaan Erma menjadi istrinya. Dua hari lagi Erma meminta waktu untuk memberi kepastian.
Semalaman lukman tidak bisa tidur memikirkan ini. “Gimana dengan harum pasti dia akan kecewa dengan keputusanku, semoga dia mengerti keadaanku”. Paginya ketika bapaknya sedang duduk diruang tamu menikmati hangat kopi, lukman mendekat duduk disebelahnya bermaksud menceritakan apa yang telah dikatakannya dan meminta kesediakan Erma menjadi istrinya. Dua hari lagi Erma minta waktu untuk memberi kepastian.
Mendengar cerita, pak herman mendadak riang, bungah seperti bocah. Belum pernah lukman melihat bapaknya sebahagia itu. Bapaknya lari menuju dapur kemudian kembali bersama ibunya.
“Duduklah sini bune” bapaknya mempersilahkan ibunya duduk disebelahnya, ibunya yang tidak tahu apa-apa hanya mlongo.
“Siapkan dirimu mendengarkan berita suka bune, anakmu ini kemarin sore telah melamar Erma untuk jadi istrinya.”
“Benar le?”lukman mengangguk.
“Bagaimana jawaban ibu guru?”
‘Besok sore bu, Erma mau jawab.”

Lukman diam, petir tak mau diam. Angin mengabarkan hujan. Dia mulai berfikir tentang masa depannya. Dia mulai searah dengan ucapan bapaknya, mungkin memang harum bukan pilihan. Bukan hanya urusan kaya-miskin, tapi banyak hal lain. Kapan lagi harus berbakti?
Lagi pula akhir-akhir ini dia sering bertengkar sama harum. Masalah-masalah kecil jadi pertengkaran. Haruskah dilanjutkan?.
Belum pernah lukman melihat orang tuanya sedemikian bahagia. Sampai mereka lupa menanyakan hubungan dia dengan harum. Sebenarnya lukman seneng juga melihat orang tuanya bahagia. Namun bukannya menikah itu hal yang sangat serius dan bukan main-main. Lukman tidak menolak kehadiran Erma, namun baru sedikit yang ia ketahui tentang Erma. Baru satu bulan kemarin dia mengenalnya. Bagaimana seandainya Erma menolak lamarannya. Ahh..tidak, dia tidak bisa banyangkan bagaimana hancurnya harapan dan impian orang tuanya.
Harum, lukman jadi ingat percakapan dengan harum beberapa setahun yang lalu. “Aku akan melamarmu menjadi istriku, menjadi teman hidupku.”
“Kapan?”
“Nanti kalau aku sudah siap”
“umur berapa kamu punya target menikah?,” lukman balik Tanya.
“Dua empat.”
“Sekarang kamu umur enam belas, delapan tahun lagi kalau aku sudah merasa layak menjadi suami, aku akan melamarmu, jangan jawab sekarang, jawablah delapan tahun yang akan datang. Karena semua itu berubah, perasaan juga begitu. Keadaan juga, delapan tahun waktu yang lama.”
Dikesempatan lain harum juga pernah cerita, bahwa suami-istri itu bukan saling memiliki. Sepeti hawa ditakdirkan Tuhan ke surga juga bukan sebagai milik adam. Hawa dihadirkan hanya untuk menemani adam di surga. Dan suami-istri itu bukan untuk saling memiliki tapi untuk saling menemani memuja keagungan-Nya. Karena manusia tidak punya hak untuk memiliki.
Harum juga pernah cerita tentang burung. Waktu itu harum cerita seperti ini:
“Kadang orang mencintai tapi menyiksa, seperti orang suka dengan burung, tetapi malah merampas kebebasan burung, memasukkannya dalam sangkar yang sempit. Kau paham maksudku bukan?”
Dan sekarang belum ada tiga tahun sejak percakapan itu.

“Silahkan duduk, aku sudah tahu apa yang ada dalam tasmu, undangan nikah bukan?” lukman hanya menunduk
“Maaf”
“Tidak perlu minta maaf, maaf untuk apa?, kamu mau minum apa?, teh, kopi, jus, jeruk, atau air putih?, adanya Cuma air putih.” Lukman tidak menjawab, harum masuk meninggalkan lukman diruang tamu dengan wajah menunduk.
Ketika harum keluar membawa minuman, kertas undangan sudah ada dimeja didepan kursi yang dihadapi harum.
“Aku akan usahakan datang, tapi sepertinya aku tidak bisa datang, aku tidak dapat melihat kau di pelaminan dengan orang lain. Aku bermimpi tentang tiga tahun ini, aku setia kepadamu dan lima tahun lagi kamu melamarku, kau menghancurkan mimpiku.”
Lukman gak bisa berkata-kata apa-apa dia hanya bisa mendengar ucapan harum.” Aku bukan semacam orang yang suka sama burung, aku juga tahu bahwa suami-istri itu bukan saling memiliki tapi hanya teman, dan berteman juga tidak harus jadi suami-istri.”
“Bawalah sapu tangan ini,” lukman keluar melalui pintu. Sampai sekitar lima puluh meter terdengar harum berteriak “FACK YOU”.
Lukman menghentikan langkah sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan lagi


0 komentar:

Posting Komentar

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).

Bagi teman2 yang ingin saling tukar link

Halaman ini saya buat khusus untuk teman2 yang ingin tukar link dengan saya setelah mengisi form diatas silahkan link balik dengan cara copy code dibawah ini kemudian masukan/simpan di blog anda
<a href="http://gina-harum.blogspot.com/"><img border="0" width="200" src="http://img187.imageshack.us/img187/2312/qqqqqny3.gif" height="50"/></a>

Followers

My Blog List

Join 4Shared Now!
Free Sparkle Pink MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com



Musik Code
 

*♥‹‹‹‹‹‹HARUM››››››♥*. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com